Informasi tentang semut Jepang bisa mengobati diabetes beredar di media sosial. Dalam pesan itu disebutkan semut Jepang yang merupakan obat diabetes ternyata berbahaya karena mengandung bakteri yang bisa merusak usus.
Sumber informasi ditulis berasal dari grup alumni FK UNS. Pesan itu berbunyi, ada seorang ibu di Magelang yang mengidap diabetes. Ibu tersebut mengkonsumsi semut Jepang yang katanya bisa mengeluarkan insulin yang merupakan obat diabetes.
Sumber informasi ditulis berasal dari grup alumni FK UNS. Pesan itu berbunyi, ada seorang ibu di Magelang yang mengidap diabetes. Ibu tersebut mengkonsumsi semut Jepang yang katanya bisa mengeluarkan insulin yang merupakan obat diabetes.
Namun dalam waktu satu tahun mengkonsumsi semut Jepang, ibu tersebut merasakan diare yang tak kunjung sembuh dan perutnya membesar. Dia lalu dibawa ke Rumah Sakit untuk dioperasi dan tenyata diketahui ususnya rusak, hancur dan bernanah karena da bakteri yang bersarang di sana.
Suami ibu tersebut yang merupakan dosen di UGM kemudian menyelidiki semut Jepang yang dikonsumsi istrinya di lab. Hasilnya di dalam toples tempat menyimpan semut itu ternyata banyak sekali bakteri. Bakteri itu bisa mati bila terkena air mendidih selama 5 menit, sementara semut Jepang terkena air panas 1 menit saja sudah mati. Sehingga disarankan untuk tidak lagi mengkonsumsi semut Jepang agar terhindar dari bakteri yang merusak usus.
Investigasi:
detikcom mengecek kepada salah satu alumni Fakultas Kedokteran UNS tahun 2002, Tika. Dokter yang sudah mengambil program spesialis ini mengaku tidak pernah menerima broadcast tersebut. Dia juga sudah bertanya kepada rekannya yang berbeda angkatan.
"Teman saya dari beberapa angkatan, saya tanyakan ada yang menerima broadcast ada yang tidak. Yang menerima pun dapatnya dari grup Whatsapp non-alumni FK UNS," ucap Tika.
Soal Semut Jepang untuk obat diabetes, Tika mengatakan sudah mengecek ke jurnal kedokteran. Hasilnya belum ada artikel yang membahas soal itu.
"Saya sudah cari di PubMed dan NCBI atau bank jurnalnya penelitian-penelitian kedokteran di seluruh dunia, tidak menemukan 1 pun artikel tentang itu," jelasnya.
Mengenai semut Jepang yang mengandung bakteri, Tika mengatakan bila bakteri ada di mana-mana. Misalnya saja di wadah tempat penyimpanan semut Jepang yang kedap udara dan terdapat ragi.
"Media untuk menyimpan itu memudahkan bakteri hidup dan memperbanyak diri. Cara konsumsi semut Jepang yang langsung dimakan tanpa ada proses pencucian juga berbahaya," katanya.
detikcom juga menanyakan perihal semut Jepang ini kepada dokter di Divisi Metabolik Endokrin FKUI, dr Em Yunir, SpPD, KEMD. Yunir mengatakan secara medis belum pernah ada penelitian semut Jepang bisa mengobati penyakit diabetes.
"Dari literatur nggak ada yang mengatakan kalau semut Jepang itu buat obat diabetes," katanya.
Menurutnya diabetes adalah penyakit karena gangguan metabolisme dan sejauh ini tidak bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini hanya bisa dikendalikan, salah satunya dengan menjaga pola makan dan minum obat.
"Misalnya diabetes terjadi karena makannya kebanyakan makanya dikurangi. Kalau insulin di dalam kurang ya kasih insulin dari luar, kalau pankreasnya lemah kasih obat untuk memperkuat. Kita kasih saran sesuai dengan penelitian yang terukur, nggak sembarang," ucapnya.
Yunir berpesan agar masyakarat tidak terlalu mudah percaya dengan 'obat' yang belum teruji klinis. Hal ini karena dosis dan manfaatnya belum terukur dengan jelas.
"Jangan terlalu mudah percaya. Sebagian penyakit diabetes sebenarnya dengan mengatur makanan itu bisa dikendalikan tanpa obat. Cuma ini kan dia karena makan semut terus makannya diatur jadi dianggap semutnya yang bagus. Padahal dari cara makan juga bisa mengurangi diabetes," paparnya.
Suami ibu tersebut yang merupakan dosen di UGM kemudian menyelidiki semut Jepang yang dikonsumsi istrinya di lab. Hasilnya di dalam toples tempat menyimpan semut itu ternyata banyak sekali bakteri. Bakteri itu bisa mati bila terkena air mendidih selama 5 menit, sementara semut Jepang terkena air panas 1 menit saja sudah mati. Sehingga disarankan untuk tidak lagi mengkonsumsi semut Jepang agar terhindar dari bakteri yang merusak usus.
Investigasi:
detikcom mengecek kepada salah satu alumni Fakultas Kedokteran UNS tahun 2002, Tika. Dokter yang sudah mengambil program spesialis ini mengaku tidak pernah menerima broadcast tersebut. Dia juga sudah bertanya kepada rekannya yang berbeda angkatan.
"Teman saya dari beberapa angkatan, saya tanyakan ada yang menerima broadcast ada yang tidak. Yang menerima pun dapatnya dari grup Whatsapp non-alumni FK UNS," ucap Tika.
Soal Semut Jepang untuk obat diabetes, Tika mengatakan sudah mengecek ke jurnal kedokteran. Hasilnya belum ada artikel yang membahas soal itu.
"Saya sudah cari di PubMed dan NCBI atau bank jurnalnya penelitian-penelitian kedokteran di seluruh dunia, tidak menemukan 1 pun artikel tentang itu," jelasnya.
Mengenai semut Jepang yang mengandung bakteri, Tika mengatakan bila bakteri ada di mana-mana. Misalnya saja di wadah tempat penyimpanan semut Jepang yang kedap udara dan terdapat ragi.
"Media untuk menyimpan itu memudahkan bakteri hidup dan memperbanyak diri. Cara konsumsi semut Jepang yang langsung dimakan tanpa ada proses pencucian juga berbahaya," katanya.
detikcom juga menanyakan perihal semut Jepang ini kepada dokter di Divisi Metabolik Endokrin FKUI, dr Em Yunir, SpPD, KEMD. Yunir mengatakan secara medis belum pernah ada penelitian semut Jepang bisa mengobati penyakit diabetes.
"Dari literatur nggak ada yang mengatakan kalau semut Jepang itu buat obat diabetes," katanya.
Menurutnya diabetes adalah penyakit karena gangguan metabolisme dan sejauh ini tidak bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini hanya bisa dikendalikan, salah satunya dengan menjaga pola makan dan minum obat.
"Misalnya diabetes terjadi karena makannya kebanyakan makanya dikurangi. Kalau insulin di dalam kurang ya kasih insulin dari luar, kalau pankreasnya lemah kasih obat untuk memperkuat. Kita kasih saran sesuai dengan penelitian yang terukur, nggak sembarang," ucapnya.
Yunir berpesan agar masyakarat tidak terlalu mudah percaya dengan 'obat' yang belum teruji klinis. Hal ini karena dosis dan manfaatnya belum terukur dengan jelas.
"Jangan terlalu mudah percaya. Sebagian penyakit diabetes sebenarnya dengan mengatur makanan itu bisa dikendalikan tanpa obat. Cuma ini kan dia karena makan semut terus makannya diatur jadi dianggap semutnya yang bagus. Padahal dari cara makan juga bisa mengurangi diabetes," paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar